atas

Friday, July 06, 2007

Aku di Novel Namaku Merah Kirmizi

Semuanya adalah Aku

Sudah biasa membaca cerita pendek, cerita bersambung, atau novel melibatkan "aku" sebagai pemeran dalam cerita tersebut. Dan biasanya "Aku" tersebut menjadi pemeran utama. Contoh yang paling dekat ya "Aku" sebagai Rudy dalam cerita pendek yang telah lewat di blog ini. Biasanya kalau pengarang perempuan mejadi "Aku" yang juga perempuan demikian juga sebaliknya. Tapi ada juga pengarang perempuan yang menggunakan "Aku" sebagai pemeran utama laki-laki dan ada juga pengarang laki-laki yang menggunakan "Aku" sebagai detektif wanita.

Kali ini aku mendapatkan novel yang lain. Semua pemeran dalam novel ini bercerita sebagai "Aku" sehingga aku kesulitan menentukan sebenarnya siapa pemeran utama dalam novel ini. Saking bingungnya sulit untuk mencerna ceritanya sampai berbulan-bulan baru selesai baca seluruh isi buku yang berjumlah 700an halaman ini. Buku aslinya berjudul My Name Is Red yang ngarang Orhan Pamuk orang Turki yang mendapatkan nobel sastra tahun 2006.

Ceritanya tentang misteri pembunuhan, ada cerita romannya, cerita tentang para ilustrator di jaman kesultanan Turki entah abad ke berapa. Tapi aku gak mau bercerita tentang ceritanya karena aku lebih tertarik pada "Aku" yang ada di novel ini.

Di mulai dari "aku adalah mayat" yang bercerita bagaimana saat dirinya dibunuh, "Aku adalah si Pembunuh", "Aku adalah Anjing", "Aku adalah pohon", sampai pada aku aku lain yang menjadi pemeran dalam novel ini ada Hitam, Shekure, Orhan, Esther, Hasan, dll. Semua "Aku" bercerita sehingga menjadi satu kesatuan cerita yang utuh.

Memang agak aneh ada anjing bercerita, mayat bercerta, pohon, bahkan lukisan kuda pun bercerita di novel serius ini. Dengarlah cerita Anjing yang merasa sedih karena dipandang rendah oleh para ulama, pendakwah, dll. Bahkan orang menyimpulkan Nabi tidak menyukai anjing. Orang percaya bahwa Anjing bisa mengotori mereka yang telah berwudlu. Tapi Anjing juga merasa bangga karena dia ada di Al Quran tepatnya di surat al Kahfi ayat 18.

Lalu cerita "Aku adalah sebatang pohon". Aku adalah sebatang pohon dan aku agak merasa kesepian. Aku menangis di tengah hujan.... Pandanglah aku sebagai jin dan biarkan aku menjelaskan padamu, mengapa aku sebatang kara.

Dan masih banyak aku-aku lain yang lebih menarik. Dan menarik lagi bagaimana sudut pandang cerita yang berbeda tentang "aku sebagai mayat" dan "aku sebagai pembunuh". Atau sudut pandang "Aku adalah Shekure" dan "Aku adalah Hitam" pada saat kedua mahluk berlainan jenis kelamin berdua melakukan sesuatu di suatu tempat.

Kata-kata di novel sangat sastra sekali menurutku. Sulit untuk dicerna oleh kaumku. Indah, serius, dan misterinya tetap terjaga sampai menjelang akhir cerita.